Oleh:
Riyon Fidwar
Sebelum kita
menganalisis atau menelaah sebuah karya sastra (puisi), kita perlu mengetahui
apa arti puisi dan apa saja yang termasuk unsur-unsur yang membangun sebuah
puisi. Puisi adalah jenis karya sastra berupa tulisan yang padat atau pemadatan
kata-kata. Unsur-unsur yang membangun sebuah puisi itu adalah tema, nada, rasa,
bait-bait, dan alatnya yaitu bahasa.
Puisi juga
sebagai salah satu karya seni, sastra juga dapat dikaji dari bermacam-macam
aspek. Puisi juga dapat dikaji struktur dan unsur-unsurnya, mengingat puisi itu
merupakan struktur yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan sarana
kepuitisannya. Hal ini, mengingat hakekatnya sabagai karya seni yang selalu
terjadi ketegangan antara konvensi dan pembaruan. Puisi selalu berubah-ubah
sesuai dengan evolusi , selera, dan perubahan konsep estetiknya (Riffaterre, 1978 : 1).
Membaca sebuah
karya sastra bukanlah sesuatu yang mudah. Setiap pembaca puisi, pasti pernah
mengalami kesulitan, atau tidak memahami apa yang dimaksudkan oleh pengarang.
Kadang kita membaca sebuah puisi itu layaknya seperti membaca selembar kertas
koran, tanpa memahami apa isi yang terdapat dalam sebuah puisi.
Membaca dan
memahami sebuah puisi , terlebih dahulu kita harus memahami kode bahasa yang
digunakan oleh pengarangnya. Kemudian, baru kita tau apa yang sebenarnya atau
maksud pengarang dan tujuan pengarang menulis kata-kata yang kita tidak tau
dalam sebuah puisi. Namun, kode bahasa saja tidak cukup untuk memahami sebuah
karya sastra (puisi). Kita harus memahami kode-kode yang lain seperti kode budaya, dan kode sastra.
Dalam
pembelajaran ini saya akan membahas atau
menelaah sebuah puisi yang berjudul “Beri Aku Tambo Jangan Sejarah“ sajak Rusli
Marzuki Saria. Sebelum membahas lebih lanjut,
kita harus tau apa itu Tambo dan bagaimana sejarahnya. Tambo adalah
membangkitkan perkara-perkara yang sudah-sudah atau disebut juga dengan riwayat
kuno (sejarah). Tambo merupakan sebuah sejarah Minangkabau.
Kalau kita lihat
lagi penyampaian Tambo secara singkat. Tambo disampaikan oleh tukang Kaba,
dialah yang menceritakan yang berupa syair-syair atau di dendangkannya, seperti
yang terdapat dalam novel Tambo karya Gus tf Sakai. Tukang Kaba itu datang
dari kampung-kampung untuk menceritakan atau mendendangkan setiap kejadian yang
pernah terjadi dimasa silam, guna untuk menghibur dan memberitahu
pada masyarakat inilah sejarah yang pernah terjadi di sebuah daerah.
Seperti yang
diuraikan di atas, bahwa membaca dan memahami sebuah karya sastra harus
memahami kode bahasa dan mampu memberi makna pada teks puisi itu sendiri.
Seperti pada puisi Rusli Marzuki Saria yang berjudul “Beri Aku Tambo” sebagai
berikut :
Aku
tak tau apa nasib Imbang Jaya
Setelah
pergumulam malam
Sang
puteri rait entah kemana
Di
abad-abad yang tenggelam
Teks di atas
merupakan awal dari sebuah puisi yang dimuat dalam buku kumpulan puisi Sembilu
Darah, yang menceritakan tentang nasib Imbang Jaya yang ingin kawin dengan
puteri kerajaan Bukit Tambun Tulang yang bernama
Puti Bungsu anak dari Rajo Mudo. Namun, perkawinan Puti Bungsu dengan Imbang
Jaya tidak di setujui oleh Bundo Kanduang. Karena, Bundo Kanduang dengan Rajo
Mudo memiliki
hubungan masa lalu. Oleh karena itu, Bundo Kanduang ingin menggagalkan perkawinan
Puti Bungsu dengan Imbang Jaya dengan alasan Imbang Jaya adalah keluarga yang
tidak jelas.
Pada baris ke-2
pada puisi ini menceritakan tentang Sang Puteri, yaitu Puti Bungsu anak Rajo
Mudo. Secara diam-diam Cidua Mato melarikan Puti Bungsu, atas suruhan Bundo
Kanduang. Kemudian, Imbang Jaya menyerang Datuk Bandaro untuk
meminta agar Puti Bungsu dikembalikan dan menikah dengannya. Namun, Imbang Jaya
mati terbunuh oleh Tuan Kadi.
Dalam puisi ini
menyatakan bahwa Tambo lebih berarti dari pada Sejarah. Khususnya
Minangkabau Tambo merupakan sebuah cerita yang turun-temurun sampai sekarang.
Dalam Tambo juga tersimpan seribu kisah yang harus di pahami. Tambo juga
menceritakan seluk-beluk keturunan sebuah kerajaan yang berada di ranah Minang.
Sebuah Sejarah,
apapun Sejarahnya itu sangatlah penting, tergantung dari yang sebuah daerah itu
bagaimana memahaminya. Sejarah hanya
menceritakan tentang para pahlawan yang gugur. Sedang Tambo menceritakan sebuah
cerita atau catatan sebuah keturunan kerajaan
atau tentang seseorang.
Jadi, dapat
disimpulkan bahwa untuk memahami sebuah karya sastra (puisi) pembaca harus
menguasai berbagai sisten kode, baik itu kode bahasa, kode budaya, dan juga
kode sastra. Membaca
sebuah karya sastra (puisi) memberi manfaat bagi
pembaca serta mengenal nilai-nilai kemanusiaan yang benar-benar bersifat mutlak
dan umum. Adapun manfaat dari sebuah karya sastra itu
adalah sebagai pelajaran, pengalaman, pengayaan batin atau merasakan
penderitaan orang lain, dan menjadikan manusia berbudaya.
Kita sebagai
pembaca harus mamiliki kecendrungan untuk menerjemahkan aspek kehidupan melalui
karya sastra, dan karya seni pada umumnya. Memberi
makna pada sebuah dunia rekaan dan memilah kebenaran dalam dunia nyata yang ada
di hadapannya. Jadi, karya sastra muncul sebagai objek pengetahuan yang
mempunyai nilai keindahan yang khusus. Karya sastra bukanlah benda yang nyata. Karya sastra adalah sistem norma dari konsep-konsep
ideal yang intersubjektif dan berubah bersama ideology tersebut.
*Penulis adalah
Mahasiswa Sastra Indonesia UNAND ’08 juga bergiat di Ruang Dokumentasi Tubuh Jendela.
Editor: Yori Firmanda
Post a Comment