Riyon Fidwar*
Teori berasal
dari kata theoria dari bahasa Latin. Teori berarti konsep, proposisi yang
mempunyai korelasi, dan telah teruji kebenarannya. Teori yang demikian lahir
melalui ilmu tertentu. Dengan kata lain, tujuan akhir sebuah ilmu adalah
melahirkan sebuah teori. Meskipun demikian, sebuah teori, dengan tingkat
keumuman untuk memahami sejumlah disiplin ilmu yang berbeda. Strukturalisme
misalnya, dapat menganalisis ilmu humaniora, ilmu sosial, termasuk ilmu
alamiah. Suatu ilmu pengetahuan berhasil mengabstraksikan keseluruhan
konsepnya ke dalam rumusan ilmiah yang dapat diuji kebenarannya, yaitu teori
itu sendiri. Sebuah teori yang tidak atau berhasil untuk diuji dalam praktik, dengan
sendirinya belum pantas disebut sebagai teori yang nyata.
Teori bukanlah
alat yang lengkap, teori justru disempurnakan secara terus menerus. Sebagai
abstrak, teori pada dasarnya dirumuskan secara sederhana, tetapi memiliki
implikasi yang sangat kompleks. Teori juga berfungsi untuk mengubah dan
membangun pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan. Sedangkan metode merupakan
prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu merupakan
pengatahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah. Dalam pengetahuan yang
lebih luas metode dianggap sebagai cara-cara atau langkah-langkah yang
sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab-akibat berikutnya.
Metode tidak
semata-mata terkandung dalam dan dipermasalahkan oleh kelompok akademis,
metode bukanlah ilmu pengetahuan. Dalam bidang ilmu lain, dalam interpretasi
disejajarkan dengan metode kualitatif, analisis isi, dan etnografi. Metode
penelitian tidak mudah seperti diduga sebelumnya. Metode merupakan suatu
prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkan yang
sistematis.
Perang ilmu
sudah ada dari dahulu. Karena, pada waktu itu para ilmuan khususnya ahli
fisika, merasa bersemangat, meskipun dalam versi lebih kritis dalam arti tidak
menganut realisme yang menghubungkan langsung teori dengan kebenaran tentang
dunia. Sebagian besar berada dalam posisi epistemologis berlawanan. Tetapi,
sebagian orang pada masa itu sudah berhasil memajukan fisika dan matematika.
Pengetahuan tentang fisika tidak akan menimbulkan akibat langsung sehingga
orang mulai menafsirkan pengaruh ilmu atas kehidupan sosial. Namun, ketika
inti atom dapat dibelah dengan bantuan ilmu fisika, dan informasi untuk
mengembangkan berbagai daya manusia mulai dapat diterapkan, barulah orang
memikirkan akibat-akibatnya.
Mulai akhir abad
ke-19 orang-orang banyak menyaksikan bagaimana para ilmuan dengan landasan
filsafat dan kebudayaan modern menghasilkan kemajuan intelektual dan teknologi
sekaligus melihat transformasi kondisi kehidupan urban dan perubahan besar
dalam hubungan-hubungan sosial. Namun, di lingkungan para filsuf dan para
ilmuan waktu itu memang berkembang gagasan yang mempertanyakan peran filsafat
dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu, sekaligus juga hubungan antara elemen
obyektifnya, atau alam itu sendiri. Tetapi ada juga menyatakan ada dua
kenyataan, satu bertumpu ke alam semesta dan satunya bertumpu pada kenyataan
manusiawi.
Proses kegiatan
ilmiah dimulai ketika manusia mengamati sesuatu. Tentu saja hal ini membawa
kita pada pertanyaan lain. Namun, perhatian tersebut oleh John Dewey ini
dinamakannya sebagai suatu masalah atau kesukaran yang dirasakan bila kita
menemukan sesuatu dalam pengalaman yang menimbulkan pertanyaan.
Penjelasan yang
bersifat rasional ini dengan kriteri kebenaran koherensi tidak memberikan
kesimpulan yang bersifat final, sebab sesuai dengan hakikat rasionalisme yang
bersifat pluralistik, maka dimungkinkan disusunnya berbagai penjelasan terhadap
suatu objek pemikiran tertentu. Meskipun argumentasi secara rasional
didasarkan kepada premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya namun
dimungkinkan pula pilihan yang berbeda darim sejumlah premis ilmiah yang
tersedia yang dipergunakan dalam penyusunan argumentasi. Oleh sebab itu, maka
dipergunakan pula cara berpikir induktif yang berdasarkan kriteria kebenaran
korespondensi.
Sebuah karya
fiksi menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara
koherensif oleh berbagai unsur pembangunnya. Jadi, strukturalisme dapat di
pertentangkan dengan pendekatan yang lain, seperti pendekatan mimetik,
ekspresif, obyektif, dan pragmatif. Hubungannya dengan struktural adalah,
mengkaji dan, mendeskripsikan fungsi dan hubungannya dengan antar unsur
instrinsik fiksi yang bersangkutan. Mula-mula diidentifikasikan dan
dideskripsikan, misalnya bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh
dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Setelah dicobajelaskan
bagaimana fungsi masing-masing unsur itu dalam menunjang makna keseluruhan dan bagaimana
hubungan antar unsur itu sehingga secara bersama membentuk sebuah totalitas
kemaknaan yang padu. Misalnya, bagaimana hubungan peristiwa yang satu
dengan yang lain, kaitannya dengan pemplotan yang tidak selalu kronologis,
kaitannya dengan tokoh dan penokohan, dengan latar, dan sebagainya.
Dengan demikian,
pada dasarnya analisis struktural bertujuan untuk memaparkan secermat mungkin
fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama
menghasilkan sebuah kemenyeluruhan. Analisis sturkturan tidak cukup dilakukan
hanya sekedar mendata unsut tertentu sebuah karya fiksi, misalnya peristiwa
plot, tokoh, latar, atau yang lain. Di suatu pihak, sturktur karya sastra dapat
diartikan sebagai susunan, penegasan, dan penggambaran semua bahan dan bagian
yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah.
Strukturalisme dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan penelitian
kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan antar unsur pembangun karya
yang bersangkutan.
Analisis
sturuktural dapat berupa kajian yang menyangkut relasi unsur-unsur dalam
mikroteks, satu keseluruhan wacana, dan relasi instruktural (Hartoko dan
Rahmanto, 1986: 136). Hal itu berarti sebuah karya sastra menjadi kurang gayut
dan bermanfaat bagi kehidupan. Oleh karena itu, dalam hal semiaotik, sehingga
menjadi analisis yang lain, yang dalam hal ini menjadi analisis struktual-
semiotik, atau analisis struktural yang dikaitkan dengan keadaan sosial
budaya secara lebih luas. (berbagai sumber).
*Riyon Fidwar,
Mahasiswa Sastra Indonesia Bergiat di Ruang Dokumentasi Tubuh Jendela.
Post a Comment