0



PUISI RIYON FIDWAR
Catatan Pulang Kerja

Panas bersarang dalam baju dan celana
bahkan sampai yang paling dalam.
Kurap, panu, kudis, ketombe semua
pada merdeka mandi dan minum keringat buruh.
Tapi aku kapan merdekanya?

Gaji hanya bisa bayar ongkos oplet untuk sehari
sesudah itu pinjam duit teman.
Belum lagi bayar listrik dan beli deterjen
dan bulan depan juga harus bayar kontrakan.
Apakah harus minjem lagi?

Buruh semacam aku ini
bakalan lama merdekanya, walaupun
negara dan pancasila sudah berani kembangkan bendera
tapi buruh tetaplah buruh
yang gajinya hanya bisa bayar ongkos oplet.

Kadang ada rasa jengkel tumbuh dalam diri,
apalagi sewaktu melihat ibu-ibu atau nenek
membalik-balikkan duitnya di dalam oplet,
rasanya ingin kupuli tengkuknya. Bukan sedikit duit
lima puluh ribu, seratus ribu, dua puluh ribu, dan yang paling rendah
duit seribu rupiah.

Masam mukaku melihat jari-jarinya menarik selembar duit
seperti masam keringat di badannya. Apalagi ibu-ibu
yang habis beli rempah-rempah. Bau keringatnya sangat memukau.

Oplet adalah jembatan keduaku setelah trotoar
di sana sebagian waktu dan dagingku habis terkikis.
Kapan aku bisa merdeka
berhenti menghirup keringat ibu-ibu pulang dari pasar setiap hari
atau melihat nenek mencabut selembar duit untuk ongkos.

Pendidikan ternyata bukan tabungan
yang bisa dipecah ketika terdesak.

Panu, kurap, kudis, ketombe minta diobati. Tapi
duit untuk beli obat sudah tak ada. Hutang
sudah berkubit-kubit tingginya.
Apakah ini yang dinamakan kemerdekaan?

Daging dan tulangku sudah enggan tumbuh.
Hanya yang berani tumbuh adalah rambut dan usia
selebihnya menjadi pecundang.
Tak ada lagi yang diharapkan di sini. Semua tinggal menanti.

Panas bersarang dalam baju dan celana
bahkan sampai yang paling dalam.
Gaji hanya bisa bayar ongkos oplet untuk sehari
sesudah itu pinjam duit teman.

Benarkah ini yang dinamakan kemerdekaan?


Kampungdalam, 29032014



Post a Comment

 
Top