0
Balada Tukang Ronda
Berkali-kali terdengar suara senapan.
Berkali-kali juga suara teriakan terdengar.
Kemudian terdengar suara gemuruh kaki
berlari di jalan aspal menuju gang rumah,
kemudian langsung ke belakang.

Senapan itu berbunyi lagi, namun kali ini bunyinya agak  jauh.
Sesekali terdengar suara teriakan.
Tetapi tidak terlalu jelas. Sebab jaraknya terlalu jauh.

Dan letusan senapan itu terdengar lagi, lagi dan lagi.

Aku jadi khawatir dengan ayah yang mendapat piket ronda malam ini.
Pasti ayah sekarang sedang dalam ketakutan.

Tiba-tiba terdengar suara gemuruh kaki berlari di jalan aspal menuju gang rumah,
kemudian langsung ke belakang.
Yang berlari itu pun sambil berteriak “Mereka menuju ke mari. Lari!”
Disahut oleh yang lain pula. “Semua lari. Sembunyi ke dalam semak!”
dan suara teriakan itu menghilang di balik kelam dan remang lampu. Begitu suara itu berhenti,
suara senapan lagi-lagi berbunyi. Tapi bunyinya kali ini terdengar jelas. Agak dekat.

Suara teriakan itu muncul lagi
“Ada yang kena!”

Mendengar suara teriakan itu
aku teringat ayah. Dan aku pun langsung menggigil.
Kulihat kedua kakakku, sama takutnya.
Aku lihat ibu tenang-tenang,
tak ada takut di wajahnya.
Padahal suara senapan entah berapa kali berbunyi

namun ibu tak takut sama sekali.

Suara kaki berlari kian ramai terdengar. Kemudian suara  tiang listrik berbunyi nyaring
di tengah malam dipukul orang. Takutku pun bertambah menjadi-jadi.
Bahkan aku hampir menangis.
Bunyi tiang listrik itu semakin keras dan semakin cepat dipukul.

Sedangkan suara senapan yang tadinya berbunyi kini telah hening pula.


Tiba-tiba saja pintu rumah digedor oleh segerombolan orang. Jantungku semakin kacau.
Pelan-pelan ibu membuka pintu,
segerombolan orang tadi langsung masuk ke dalam rumah, tanpa salam
sambil memboyong tubuh seseorang yang telah dilumuri darah.
"Ayah!" kataku dalam ketakutan
"Ayah mati" kakakku berbisik sambil menangis


Padang, 24052013

Post a Comment

 
Top