0
Dengan parang di tanganmu
kau siangi tubuhku.
Perih luka tak pernah kau rasakan
meski merah darah membasahi tanganmu.
Aku menggelepar
menahan dinginnya mata parang itu,
tangan malaikat jelas kulihat
mencabuti ruh dalam diriku
perlahan-lahan.

Kepalaku terasa membeku,
ternyata malaikat itu
mencabuti ruh dari ubun-ubun.
Kau belah perutku, kau tarik usus dan empedu,
kau campuri garam di luka yang menganga.
Sementara aku menahan perih yang pedih.

Kepada malaikat aku memohon,
segera tuntaskan tugasmu. Aku tak tahan
dengan gigitan parang itu. Aku tak kuat
menanggung perih luka yang terus menerus digarami.

Doaku tak juga sampai
tapi badanku setengah mati.
Di sisi lain
aku melihat bara api.
Tuhan, apakah ini neraka-Mu?
Badanku yang setengah mati itu
mulai menggelepar lagi.
Kali ini bukan karena luka, melainkan
neraka.

Sepersekian detik
badanku benar-benar mati setelah kau
panggang. Dalam itu bara
hari terasa panjang. Setebal apa dosa yang selama ini
kutumpuk?

Kau oles badanku dengan santan yang sudah dicampuri
merica, cabe, kunyit, serai. Sehingga harum melayang
entah sampai mana ujungnya. Aku tak tahu.
Meski tak sempat melihat, aku bisa merasa
sebab jiwaku hidup.

Tanpa aku sadari
udara terasa dingin dan harum.
Perlahan-lahan kubuka mataku,
aku sudah di surga.

Padang, 20160203


Post a Comment

 
Top