0
Kawanku telah pergi
meninggalkan rumah, meninggalkan tanah lahirnya sendiri.
Hanya sepasang doa yang dia amalkan
sebagai pituah.

Aku tak tahu kapan
dia pulang dengan membawa cerita
meski aku tahu ada sedikit bohong
di mulutnya.
Tapi dia kawanku
menghabiskan hari
memakan sumpah
dari orang-orang ladang
ketika kami merusak tanamannya
meminum garam laut
dan memah sunyi.

Kawanku bukanlah turunan hartawan
begitu juga dengan orang tuanya
tapi dia memiliki matahari,
mempunyai bulan
mempunyai ombak
mempunyai gosong serta karangnya
mempunyai badai
dan mempunyai segala yang ada di laut.

Tapi ketika kutanya laut mana yang akan dia datangi
kawanku bilang belum tahu
padahal laut itu miliknya, pikirku, tinggal tunjuk saja
apa salahnya.

Di sana kudengar ada lanun
katanya suatu kali,
dan aku akan ke sana. Merajai kapalnya
menenggelamkan hartanya,
mengambil semua awak dan kelasinya.

Antara gurau dan sungguh-sungguh
tak dapat aku bedakan lagi
apalagi saat melihat mukanya yang sangat serius itu.
Aku tahu itu hanyalah lelucon, seperti biasa,
(dia lebih suka membual, oleh karenanya, setiap perkataannya
sangat sulit untuk diterima).

Dalam keraguan
aku tak percaya
apalagi melawan lanun.
Nenek moyangku saja mati
di tangan lanun
kalah dimoncong meriamnya.

Pagi itu benar-benar kurasakan kesunyian
ketika kawanku tak ada lagi
dia benar-benar pergi ke laut itu
di mana lanun bergentayangan.

Ibunya bilang
kawanku tak akan kembali
meskipun kematian menjemputnya.

Padang, 26022016

Post a Comment

 
Top