0


Oleh Riyon Fidwar

Hari itu terik matahari begitu panas menyirami bumi, namun hal itu tak menyurutkan manusia menjalani aktifitas sehari-hari. Hari itu juga saya ada keperluan keluar, membeli beberapa keperluan. Setiba saya di luar, dekat jalan, tepatnya di bibir jalan. Saya dikejutkan oleh suara klakson mobil yang suaranya begitu mengejutkan. Saya tersentak. Dalam hati saya mengutuk. Ada rasa jengkel kepada supirnya yang sembrono saja, asal klakson. Seakan-akan dialah yang punya jalan.

Mobil yang dikendarainya itu berwarna hijau tua dengan plat kuning. Serta bermacam-macam corak tulisan yang ditempel di dinding mobil itu. Jenis mobil ini pastilah kita semua tahu. Yang suka ngebut,tak peduli itu di lampu merah, klakson sembarangan, yang penting cepat, dapat. Tak peduli keselamatan penumpang dan orang lain. Yang jelas tagihan lancar. Mobil ini kita kenal dengan sebutan ANGKOT (angkutan kota).

Sudah menjadi sebuah kebiasaan mungkin bagi supir angkot ngebut-ngebutan di jalanan. Tak tahu aturan, mungkin. Gerutu saya dalam hati karena jengkel. Saya melanjutkan perjalanan membeli keperluan di seberang jalan itu. Di bawah matahari yang semakin panas membuat keringat bercucuran dari kening ke dagu. Saya menyeberang jalan, tangan saya kembangkan keduanya seperti mau terbang. Takut-takut ada kendaraan yang sedang dikejar setan. Untuk menghindari hal itu, saya gunakan kedua belah tangan sebagai “sayap”.

Setibanya saya di tempat tujuan, beberapa keperluan saya lengkapi. Kemudian sebelum saya ke luar dari tempat saya membeli keperluan saya itu. Saya lihat ke jalan, kendaraan-kendaraan pada macet. Hanya pengendara sepeda motor yang jeli, yang bisa menerobos kemacetan tersebut. Ternyata yang menjadi sumber kemacetan itu adalah angkot. Supir angkot seenaknya memutar di sebuah tikungan jalan yang sempit (seharusnya kendaraan beroda empat tak bisa lewat). Dengan begitu, otomatis kendaraan-kendaraan yang lain ikut pula berhenti, sebab sebagian besar badan jalan habis diborong oleh angkot itu.

Supir angkot ini seenaknya saja menggunakan jalan, tanpa mempedulikan pengendara lain, tambah gerutuku dalam hati. Jika dimarahi oleh orang lain, pastilah orang itu yang dimarahi supirnya. Seakan-akan dia tidak salah. Jika ada kendaraan yang mencoba menghalangi jalannya, pastilah diklakson, bahkan tak jarang dimaki.

Melihat hal tersebut saya dan beberapa orang yang ada di tempat perbelanjaan itu hanya mengomentari saja kejadian itu. Setelah membayar keperluan yang saya ambil, saya langsung menyeberangi jalan. Tak lupa membentangkan tangan seperti ‘sayap’. Antisipasi dari kecelakaan. Saya berjalan sedikit berlari. Matahari semakin menjadi-jadi panasnya. Hari itu ternyata pukul 12, tengah hari tepat.

Post a Comment

 
Top