0
Sudah setiap pelosok kota
kami tanyakan keberadaan Thukul,
bahkan juga foto wajahnya sudah kami tempelkan
di wajah kami sendiri
sialnya, tak ada yang tahu apalagi melihat.

Di los-los pasar
tempat di mana dahulu dia sering mengamen
menyanyikan puisi sebagai lagu.
Juga di pentas-pentas teater
yang sering dia mainkan.

Setiap ada protes buruh di ibu-kota
suaramu dari jauh telah terdengar lantang
"Hanya ada satu kata: Lawan!"

Kami lari ke garis depan
namun yang kami temui hanyalah pemuda
ceking memegang mikrofon,
tapi itu bukan Thukul.

Tanpa kami sadari kini
sudah 17 tahun berlalu.
Kabarmu belum juga ditemui.

Fajar Merah menyala
bagai bara. Di matanya
ada api. Tapi tak mampu membakar
jalannya sendiri untuk saat ini.

Namun di mulutnya
lagu kerinduan terus bertalu.

Sudah 17 tahun berlalu,
Thukul belum juga kembali.
Istrinya, Sipon, masih menunggu
kedatangannya.

Nasib tak sebaik caramu meramu sajak.
Kami kehilangan jejak.

17 tahun
sulit rasanya melupakan
walau akhirnya mesti direlakan.

Padang, 17112015

*Telah terbit di Singgalang Minggu (29/11)

Post a Comment

 
Top