0


Puisi Riyon Fidwar*
Minum Kopi

kebiasaanku meminum kopi kini
sudah menurun pada anakku.

setiap kali aku memadu kopi
anakku selalu medahului

akhirnya kami bagi dua.
separoh-separoh di gelas yang sama

setelah kopi dipadu dengan perasaan gelisah
memikirkan keadaan setelah hari ini berlalu

apakah kita bisa mengaduk kopi lagi
setelah semuanya pergi?

kopi pergi, gula pergi, gas elpiji pergi
piring-piring pergi, sendok pergi, gelas-gelas pergi

semua pergi ke tempat di mana mereka kita ambil.

namun itu semua tidak mengurangi nafsu anakku
untuk meminta kopi di gelas malas yang ada dalam genggamanku

lalu perasaian itu kami seduh dengan rasa bahagia
meskipun perut kami terbakar di dalam sana

seharusnya di usia belianya sekarang
dia harus banyak meminum susu

agar pertumbuhan tulangnya bisa meningkat
serta berat menambah badannya
seperti berat badan
pemilik susu itu: sapi.

Ketapang Indah, 09072019

Biang Keringat

pada suatu siang yang pekak
anakku menangis setelah habis berlari-larian
di dalam rumah sendirian.

sambil menggaruk-garuk badannya yang mulai memerah
dia merengek. aku lihat punggungnya:
biang keringat.

ini yang menyiksa dirinya beberapa detik yang lalu.

sementara aku disiksa biang kemiskinan
yang telah lama menumpuk di badanku

lalu aku berpikir dengan lembaran ijazah yang kumiliki
mengapa aku begitu sulit menyingkap jalan hidup yang menyemak ini?

cepat aku mengambilkan bedak
lalu membasahinya dengan air

aku usapkan di bagian badan anakku yang gatal-gatal itu
kusisir rambutnya yang sudah berantakan
kuganti baju dan celananya
kugusokkan minyak angin pada bagian badannya yang lain

sementara ibunya sedang menina-bobokkan mimpinya.

Ketapang Indah, 09072019

*Riyon Fidwar lahir di Haloban, Pulau Banyak Barat, Aceh Singkil.

**Puisi ini telah terbit di kolom 'Budaya' Harian Serambi, Minggu, 20 Oktober 2019

Post a Comment

 
Top