Pada April yang damai
kita telah tanam rindu
Kita dendangkan waktu malam,
kita sirami di siang hari.
Lihatlah pohon-pohon kayu yang
sedang bercinta dengan angin,
sungai memadu cerita dengan batu
burung-burung mengepakkan tasbih di ubun-ubun cahaya matari,
dan kita berdoa
untuk bisa menyemai rindu yang
sudah kita tunggu.
Hari-hari berlalu seperti angin,
angin berlayar di padang-padang,
“Aku ingin menggenggam air”
tuturmu.
Aku hanya menatap jauh ke dalam
matamu
yang hitam hingga jauh entah ke
mana.
Salam. Bulan berlalu tanpa
kenangan
La tahzan. Kita masih dalam
genggaman
yang sama. Langkah yang tetap.
Padang-padang menghijau, lembah
lembab
tanpa keraguan sedikitpun untuk
menampung air
-anak sungai dari gunung.
Burung-burung bertalu,
bercicit dan terbang sambil
bertasbih.
Salam. Bulan ini sudah berganti
padang dan lembah kian hijau
airnya beriak menyentuh lubuk
dalam hatiku.
tak ada keresahan. Semua terasa
damai
dalam kepermaian cinta yang baru
kita tanam.
Salam. Sebentar lagi akan kita
tuai.
Salam. Yang dikenang akan
bertambah banyak.
Salam. Kita tidak diajarkan untuk
melupakan.
Biarkan burung-burung itu pergi
entah ke mana
air mengairi lembah dan batu
angin membasuh gunung
La tahzan. Rindu kita tak bisa
aku pastikan berbuah
sebab hidup kepunyaan Tuhan
namun doa dan tasbihku akan
selalu membasahi akar-akar cintamu.
Tapi tanyamu waktu itu
tak bisa aku tunaikan.
Lubukbuayo, 06052015
Post a Comment