2

(sedikit mengenang hari bersejarah)

Oleh Maghdalena Naim

Beberapa hari lalu, tepatnya tanggal 2 Mei kita sudah memperingati salah satu hari besar di Indonesia, yaitu Hari Pendidikan Nasional. Perayaannya tentu diiringi dengan pengibaran bendera merah-putih. Itu menandakan Hari Pendidikan adalah hari yang sakral. Dengan adanya perayaan itu, mestinya kita sebagai pelajar putra-putri Indonesia harus lebih keras lagi meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan itu sendiri.

Apa yang harus kita lakukan? Jawabnya, membaca. Dengan membaca kita bisa mengerti dan tahu apa yang ada di luar sana. Sebagaimana pepatah mengatakan “membaca adalah jendela dunia”. Nah, jika kita ingin menyibakkan jendela dunia, kita harus dan terus menerus membaca. Baik yang tersurat maupun tersirat. Namun sangat disayangkan jika pepatah itu dijadikan sebagai pameo belaka. Banyak di antara kita yang ingin sukses, tapi malas membaca buku. Ingin ini-itu tapi malas untuk mencari dan bekerja. Kita hanya ingin instan saja.

Mari kita rehat sejenak dengan membaca bagaimana perjuangan bapak Pendidikan Indonesia sewaktu memperjuangkan pendidikan bangsa ini, yakni Ki Hadjar Dewantara. Dia rela diasingkan ke Belanda. Namun dia tidak pernah berhenti membaca buku dan terus berjuang agar pendidikan di Indonesia tidak hanya milik orang bangsawan saja. Dengan keuletan dan kegigihan serta kerja keras, usahanya memperjuangkan hak pendidikan di Indonesia akhirnya berhasil. Keberhasilan itu ditandai dengan adanya sebuah sekolah yang didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara sendiri yakni Taman Siswa.

Taman Siswa ini didiraknnya ketika ia kembali dari tempat pengasingannya, Belanda. Dalam dunia pendidikan Indonesia juga kita kerap mengucapkan kata tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan). Kalimat ini sudah taka sing bagi kita tentunya. Sebab, kalimat tersebut, selain sering diucapkan, juga dicetak di topi sekolah, SD, SMP, SMA/sederajat. Betapa sakralnya kalimat ini, sudah berbilang tahun lamanya, kalimat tut wuri handayani masih dipakai dan belum pernah dirubah sedikit pun oleh pemerintah saat ini. Walaupun sistem pembelajaran di setiap sekolah itu banyak yang berubah. Salah satu contohnya adalah ujian akhir nasional. Sebelumnya bernama Ebta/Ebtanas berubah menjadi UN.

Untuk menghormati dan menghargai keuletan bapak Ki Hajar Dewantara tersebut, maka pemerintah memberi penghargaan kepadanya dengan menobatkannya sebagai Bapak Pendidikan Indonesia. Selain itu, kita, masyarakat Indonesia selalu memberi peringatan setiap tanggal 2 Mei yang kita kenal dengan nama Hari Pendidikan Nasional. Sebenarnya tanggal tersebut adalah tanggal di mana Kihajar Dewantara lahir, tepatnya 2 Mei 1889 di Yogyakarta dan meninggal 26 April 1959 di tanah kelahirannya sendiri –Yogyakarta.

Kita selaku generasi penerus, tentu tidak akan menyianyiakan momen ini begitu saja, tentu ada sesuatu yang mesti kita lakukan guna meningkatkan mutu pendidikan kita. Apa yang mesti kita lakukan? Salah satunya adalah membaca. Di sini, saya bukannya berkhotbah, melainkan mencoba menerapkan sedikit ilmu tulis yang saya dapat dari bangku sekolah, dari diskusi juga dari buku-buku yang saya baca. Dengan hadirnya Hari Pendidikan Nasional ini, mari kita meluangkan waktu sedikit untuk membaca buku.

Ya, dalam bulan ini bukan hanya memperingati Hari Pendidikan Nasional saja sebenarnya melainkan juga memperingati Hari Buku se-Dunia. Nah, inilah yang dinamakan sekali dayung dua pulau terlewati. Ya, kita mendapat moment yang sangat istimewa, dua sekaligus. Hari Pendidikan Nasional dan Hari Buku se-Dunia.

Padang, Mei 2015



Post a Comment

 
Top