Sastra Kita

Puisi | Ibu

Aku sudah menelusuri dunia yang kau janjikan<br />
semasa aku anak-anak dulu.<br />
Di mana aku selalu kau timang<br />
dengan lagu-lagu yang meredakan<br />
gelombang badai dalam diriku.<br />
<br />
Di kedalaman hatimu yang suci,<br />
aku menemukan samudra tanpa ombak.<br />
Kau tak pernah ragu dalam bersikap<br />
menjaga dan melindungi di malam lelap.<br />
<br />
Kasih dan sayangmu telah membasahiku<br />
hingga jauh ke dalam sukma.<br />
Tak bisa aku bayangkan<br />
bila sewaktu-waktu kau menagihnya.<br />
<br />
Aku tak sanggup membayar semua itu, ibu.<br />
<br />
Bila aku bandingkan<br />
laut dan kasih-sayangmu<br />
samudra yang luas itu belum ada apa-apanya<br />
meskipun laut itu mampu menelanku.<br />
<br />
Tapi sedikit saja kau gelisah<br />
api tak sepadan dengan amarah.<br />
Maka dengan sekejap jadilah<br />
aku debu yang gelisah.<br />
<br />
Maafkan bila saat ini aku tak dapat merengkuhmu<br />
sebab nasib masih merajai hidupku.<br />
Namun dengan pituahmu<br />
aku takkan gamang berjalan<br />
dan ketahuilah, ibu<br />
kegelisahanmu adalah ketakutanku.<br />
<br />
Kau adalah matahari<br />
yang selalu memberi<br />
petunjuk waktu<br />
tanpa mengharap sesuatu.<br />
Dengan begitu<br />
Tuhan telah menjanjikan surga untukmu. <br />
<br />
Kampungdalam, 24122014

Puisi | Ibu

Aku sudah menelusuri dunia yang kau janjikan semasa aku anak-anak dulu. Di mana aku selalu kau timang dengan lagu-lagu yang meredakan ge...

Puisi Kawan Kami

Sastra Kita 0 puisi 04:47

Puisi Kawan Kami

Kawan kami telah pergi, tinggallah semua kebersaan yang kami bangun dari pasir-pasir pantai. Kawan kami pergi ke kota, mencari nasibnya...

Ikan Asin

Sastra Kita 0 puisi 15:39

Seorang nelayan<br />
membelah dirinya<br />
menjadi ikan asin.<br />
Lalu lukanya <br />
direndam dan digaraminya<br />
bermalam-malam.<br />
<br />
Sementara anak-anaknya<br />
meminta biaya sekolah<br />
yang telah nunggak beberapa bulan.<br />
<br />
Perih luka dibadan belum hilang<br />
kini uluhatinya diancam pisau<br />
padahal dia belum siap untuk dimasak.<br />
<br />
Airmatanya membeku<br />
menjadi gelembung yang pecah sia-sia.<br />
<br />
Di sepertiga malam<br />
dia tafakur membaca kehidupan,<br />
jika matahari tak muncul<br />
luka akan membusuk dan berbelatung.<br />
<br />
Api di tungku sudah menyala<br />
air sudah mendidih<br />
namun ia tak mampu menceburkan diri.<br />
Sebab dia bukanlah ikan yang tahan untuk direbus.<br />
<br />
Matanya liar namun kosong.<br />
Dia ingin mati<br />
tapi anak-anaknya meminta<br />
hidup lebih lama.<br />
<br />
Setelah matahari memberinya kekuatan<br />
mata hatinya terbuka,<br />
bahwa hidup yang selama ini dibacanya<br />
benar-benar telah menjadi kenyataan.<br />
<br />
<br />

<br />
Kampungdalam, 21122014 <br />
<br />

Ikan Asin

Seorang nelayan membelah dirinya menjadi ikan asin. Lalu lukanya direndam dan digaraminya bermalam-malam. Sementara anak-anaknya mem...

Pedagang Ikan

Sastra Kita 0 puisi 15:17

Ini ikan baru datang dari seberang<br />
di bawa dengan kapal.<br />
Sepanjang malam<br />
dibungkus dan dies<br />
agar dagingnya tak melepuh di tanganmu.<br />
<br />
Pengencer ikan dan touke di pelabuhan<br />
sudah tak sabar menunggu kapal sandar.<br />
Mereka berduyun-duyun datang<br />
dengan membawa keranjang-keranjang ikan.<br />
Sambil menunjuk-nunjuk kapal<br />
yang entah di mana.<br />
Walau begitu<br />
hidung mereka telah mengenal bau ikan<br />
yang akan datang dibawa kapal. <br />
<br />
Subuh berlalu<br />
kapal belum juga mendapati pelabuhan.<br />
Pengencer ikan dan touke<br />
mulai khawatir dengan ikan dan kapal<br />
tapi bukan kepada kelasi.<br />
<br />
Jika tak ada kelasi<br />
ikan dan kapal tentu tak akan selamat.<br />
Namun nasib mereka lebih murah<br />
dari koin 500.<br />
<br />
Laut setenang kolam renang itu<br />
menuntun kapal dengan gagah <br />
bersama muatanya, <br />
berton-ton.<br />
Kelasi menunjuk pelabuhan<br />
dengan riang dan bahagia.<br />
Sebab anak dan istri<br />
telah menanti.<br />
<br />
Pengencer ikan dan touke<br />
mulai membangun pasar<br />
di pelabuhan. "Ini ikan dapat dari mana."<br />
"Dari laut yang tak pernah kautahu alamatnya"<br />
jawab seorang touke.<br />
<br />
Kelasi dirundung pilu,<br />
menyesali jawaban yang seharusnya miliknya.<br />
Dihitungnya mata jaring yang telah luka<br />
dihitungnya pula luka-luka di bagian badanya,<br />
namun tak mampu dia menyelami kedalaman luka itu.<br />
Seperti laut yang dalam<br />
yang setiap malam didatanginya.<br />
<br />
Pasar semakin ramai<br />
orang-orang loak dan komplek<br />
membanjiri pasar itu dengan <i>wang. </i><br />
"Ikannya gemuk-gemuk. Pas untuk membuat<br />
pergedel ikan."<br />
Semua merasa puas.<br />
<br />
Namun mereka tak pernah tahu<br />
ikan yang gemuk-gemuk itu<br />
habis memakan sebagian daging kelasi.<br />
<br />
Kampungdalam, 21122014 <br />
<br />

Pedagang Ikan

Ini ikan baru datang dari seberang di bawa dengan kapal. Sepanjang malam dibungkus dan dies agar dagingnya tak melepuh di tanganmu. Pe...

Aku Dengar Kabarmu Lewat Telepon

Sastra Kita 0 puisi 16:59

Aku Dengar Kabarmu Lewat Telepon

A ku mendengar suaramu bergetar lewat telepon bahkan terasa sampai ke tulang. Di antara jarak yang jauh dan sunyi kita saling berbisik ...

Hadiah

Sastra Kita 0 puisi 14:07

Hadiah

Malam telah memberi aku sekepal hadiah untuk dikenang di masa-masa yang entah. Kampungdalam, 20122014

Jam Gadang 09:45

Sastra Kita 0 puisi 10:44

Jam Gadang 09:45

Angin mendesir di rusuk tugu lalu membeku di dagingku, di dagingmu di kaki tugu itu kita saling pandang dalam rindu yang sama. Temar...

Hujan

Sastra Kita 0 puisi 10:05

Hujan

Hujan dari langit jatuh ke gunung merembes ke akar-akar kayu lalu singgah di matamu. Hujan dari langit menggigilkan daun kayu, dan b...

Kisah Inspiratif | Kisah Seorang Nelayan yang Taat Beribadah

Sastra Kita 0 kisah 14:31

<br />
<div class="MsoNormalCxSpFirst" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<u><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Kisah Seorang Nelayan yang Taat Beribadah</span></b></u></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTn0v11_ZqcIMvjb8euuFMBnup8eHF_2Z8b-eABPQi08TnCq_gx3AH1Vcn2-WRwdkL6yYwTTqP4Klx9Nh7SgGoRHN1xsqX7Dn9ArNhBmn6ww-EYM7VjzI2z7LO1h7pdRaf8oADu8yd5QlP/s1600/riyon.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTn0v11_ZqcIMvjb8euuFMBnup8eHF_2Z8b-eABPQi08TnCq_gx3AH1Vcn2-WRwdkL6yYwTTqP4Klx9Nh7SgGoRHN1xsqX7Dn9ArNhBmn6ww-EYM7VjzI2z7LO1h7pdRaf8oADu8yd5QlP/s1600/riyon.jpg" width="163" /></a><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Pak Das. Begitu orang-orang
memanggilnya. Beliau seorang nelayan yang tidak pernah meninggalkan sholat
meskipun sedang berada di atas perahu. Ketaatannya itulah yang membuat saya
kagum dengan beliau. </span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Sore itu saya
pergi ke pelabuhan untuk mencari dan membeli ikan. Biasanya, para nelayan akan
pulang, lalu bersandar di pelabuahan sebentar sebelum pulang ke rumah. Bermacam-macam
jenis ikan yang dibawa lalu dijual sebagian, sisanya akan di bawa pulang. Sore
itulah saya bertemu dengan beliau. Di atas perahunya yang sangat bersahaja itu,
beliau duduk sambil mengikat tali perahu untuk merapat di pelabuhan yang
terbuat dari kayu. </span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">“Ada ikan, Pak?”</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Beliau
mengangguk. Sembari memilih beberapa ekor ikan untuk ditukar dengan rupiah. Saat
itu pula saya melirik bungkusan kain di dalam keranjang beliau. Sebuah sajadah yang
tergulung rapi. Dalam hati saya beristighfar mengagumi ketaatan beliau terhadap
perintah Allah. Dengan iseng saya bertanya pada beliau “Pak, itu ada saya lihat
sebuah sajadah dalam keranjang. Apakah itu milik Bapak?” Dia tersenyum ramah
mendengar pertanyaan itu. </span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">“Betul. Itu
sajadah sengaja saya bawa untuk sholat ketika waktu zuhur dan ashar tiba. Sedangkan
subuh, maghrib dan isya saya kerjakan di rumah. Sholat itu lebih utama daripada
pekerjaan saya ini.” Jawab beliau. </span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Dalam percakapan
itu saya sempat “mengorek” sedikit tentang keluarga beliau. Ternyata beliau
menghidupi empat orang anaknya yang semuanya sedang duduk di bangku sekolah. Anak
pertama kuliah, kedua SMA, ketiga SMP, dan yang terakhir kelas dua SD. Beliau sangat
baik. Sikapnya tenang selain itu beliau juga baik. Penuh wibawa. Saya menaruh
hormat kepada beliau lebih-lebih lagi beliau sangat taat beribadah. Banyak para
nelayan yang saya lihat taat tapi tidak setaat beliau kepada perintah Allah. </span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Banyak orang
yang mempunyai penghasilan tapi kurang mampu menunjukkan rasa syukur kepada
Allah atas apa yang mereka miliki. Satu hal yang sangat berkesan dari perkataan
beliau bahwa, sholat itu lebih utama daripada yang lain.</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<u><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><span style="text-decoration: none;"><br /></span></span></u></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><u><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Biodata penulis:</span></u></b></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><u><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><span style="text-decoration: none;"><br /></span></span></u></b></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Nama: Riyon
Fidwar</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">No. Hp:
085765933589</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Alamat: Jl.
Simp. Malintang, Kel. Cupak Tangah, Kec. Pauh, Limau Manis, Padang, Sumatera
Barat, Nomor 30 (Belakang SMP N 14 Padang).</span></div>

Kisah Inspiratif | Kisah Seorang Nelayan yang Taat Beribadah

Kisah Seorang Nelayan yang Taat Beribadah Pak Das. Begitu orang-orang memanggilnya. Beliau seorang nelayan yang tidak pernah meningg...

Puisi | Yang Resah

Sastra Kita 0 puisi 08:59

Puisi | Yang Resah

Resah. Gelisah. Pasrah. Saat ini semua terasa sepi dingin dan datar. Ke mana muka dihadapkan selalu tertatap sepi. Bila seperti i...

Segelas Kopi dan Sebuah Lagu

Sastra Kita 0 puisi 07:36

Segelas Kopi dan Sebuah Lagu

Sebuah lagu kucelupkan ke dalam segelas kopi, seperti roti, agar nada-nada getir dalam kalbuku melebur menjadi imaji. Laguku, kopiku ...

Buruh

Sastra Kita 0 puisi 23:01

Buruh

Pukul delapan pagi kita masuk kerja membalik batu-batu dan pasir mengolah semen menjadi letih yang akan dibawa pulang nanti lalu dijad...

Membaca Album Lama

Sastra Kita 0 puisi 07:58

Membaca Album Lama

Kubolak-balik tahun-tahun yang sudah lama sekali kutinggali dan takkan datang lagi ke sana. Sebab terlalu jauh untuk dikunjungi walaupun ...

Esai | Koran Rakyat Sumbar | Kriminalisasi Sastra

Sastra Kita 0 artikel 09:43

<br />
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: Courier New, Courier, monospace;">Riyon
Fidwar*</span></i></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Courier New, Courier, monospace;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJCsryw3dX10xUt5N5JB2UiAcqIEvJNE8H7cm_ew4SunDuliRbaeagbHfgvidCoeKZxcSkpf4JoNVU6phVU3pEv4rOjH7s84nFFCOE956AbV-ympcvEfub63FP7Qhzjh4Lm3GnlufQ3Uwf/s1600/riyon+fidwar.JPG" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><span style="font-family: Courier New, Courier, monospace;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJCsryw3dX10xUt5N5JB2UiAcqIEvJNE8H7cm_ew4SunDuliRbaeagbHfgvidCoeKZxcSkpf4JoNVU6phVU3pEv4rOjH7s84nFFCOE956AbV-ympcvEfub63FP7Qhzjh4Lm3GnlufQ3Uwf/s1600/riyon+fidwar.JPG" width="147" /></span></a><span style="font-family: Courier New, Courier, monospace;">Pada awal 2014, tepatnya di bulan Februari.
Muncul sebuah buku yang menggelitik hati ketika membaca judulnya, yaitu “33
Tokoh Sastra Paling Berpengaruh”. Begitu buku itu terbit, beberapa kritisi
sastra langsung membuka sebuah wacana hebat dan hingga hari ini masih dibahas dan
bahkan sudah meruncing. Apa sebenarnya yang diributkan dari buku itu, tentu
saja nama tokoh-tokoh yang tertulis di dalamnya. Yang perlu saya tanya di sini
adalah siapa sebenarnya yang layak dan yang tidak layak menjadi tokoh sastra
yang berpengaruh itu? Apa saja ciri-cirinya? Benarkah buku ini telah disaring
matang-matang oleh penyusunnya (dalam hal ini adalah tim 8)? Atau hanya sebatas
kong-kalikong saja? Ah, yang jelas, buku itu kini sudah terbit dan sudah edar
pula di toko-toko buku. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Courier New, Courier, monospace;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Courier New, Courier, monospace;">Sejak September lalu, perdebatan buku ini kian
runcing, sampai-sampai dua orang kritisi sastra dipolisikan oleh Fatin Hamama,
yaitu Saut Situmorang dan Iwan Sukri. Alasannya mereka telah mencemarkan nama
baik. Pada hal kedua kritisi itu hanya mempermasalahkan kehadiran buku “33
Tokoh Sastra Paling Berpengaruh” itu. Mereka, Saut dan Iwan, mepertanyakan
bagaimana bisa nama Denny J.A bisa tercantum di buku tersebut. Apa pengaruh
karyanya (Denny J.A) terhadap dunia sastra.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Courier New, Courier, monospace;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Courier New, Courier, monospace;">Denny
J.A yang menulis puisi sebagaimana yang disebutnya sebagai puisi-essay itu,
yang bagi Saut sendiri tak ada pengaruhnya sama sekali terhadap sastra
Indonesia. Kehadirannya di tengah dunia sastra pun bisa dibilang baru. Kok
malah langsung dicatat sebagai tokoh sastra. Ini sebetulnya yang dikritik oleh
Saut dan Iwan.  </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Courier New, Courier, monospace;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Courier New, Courier, monospace;">Ini
yang dicoba dibantah oleh Saut dan Iwan. Sastra itu memang bersifat otonom,
tapi keotonomian itu harus memiliki nilai-nilai estetika yang bisa memberi
pengetahuan kepada khalayak. Sebagaimana layaknya hakekat sastra. Memberikan
pengetahuan dan hiburan. Tapi setelah mencoba dibedah secara akademik Saut dan
Iwan terancam penjara dengan dalih kedua kritisi itu telah mencemarkan nama
baik. Sebab keduanya menggunakan bahasa-bahasa yang menurut Fatin Hamama sebagai
bahasa tidak semestinya diucapkan. Yaitu kata “bajingan” dan “penipu”. Bahasa
yang digunakan Saut adalah kata “bajingan” sedang Iwan adalah kata “penipu”.
Kedua suku kata ini dalam sastra sebenarnya masih terbilang biasa-biasa saja.
Belum seganas Sutardji. Tapi mengapa Fatin Hamama mencoba mempolisikan kedua
kritisi itu, apakah ada problem lain selain penyebutan kata “bajingan” dan
“penipu” itu? </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Courier New, Courier, monospace;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Courier New, Courier, monospace;">Itulah
perlunya sejarah, tempat kita belajar. Sebagai seorang sastrawan, Fatin
tentunya tahu bagaimana problematika sastra yang dari dulu berkembang dan
bagaimana bahasa sastra yang digunakan oleh para pegiat-pegiat sastra itu.
Sastrawan jarang sekali mengartikan bahasa itu sebagai sebuah kevulgaran atau
sebuah penghinaan yang mengandung arti negatif (mungkin tak pernah terjadi). </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Courier New, Courier, monospace;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Courier New, Courier, monospace;">Dialektika
sastra seperti yang dilakukan oleh Saut dan Iwan memang sudah biasa terjadi di
dunia sastra. Bahkan dengan bahasa-bahasa yang sangat “terpuji” sekali melebihi
kata “bajingan” dan “penipu” tersebut. Dengan begitu dialek sastra akan semakin
hidup dan menantang. Keras, kuat namun dengan tujuan yang benar, yaitu
kebenaran. Saya pernah melihat slogan para penentang buku 33 tokoh sastra itu
(lewat akun sosial fesbuk), Saut, dkk, <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">“Hentikan
Penipuan Sejarah Sastra Indonesia”</b> dan ditutup dengan kata <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">“#bajingan”</b> di bawahnya. Kedua orang
kritisi ini tentu tidak asal omong kosong belaka terhadap buku tersebut.
Apalagi keduanya bisa dikatakan sebagai kritikus sastra yang peduli terhadap
perkembangan sastra saat ini, tentu saja mereka telah mencoba menilai, membedah
mulai dari sejarah hingga pengaruh karya sastrawan yang berpengaruh seperti
yang dicatat dalam buku tersebut. Ada kesalahan di sana. Makanya kedua kritisi
sastra itu mengangkat permasalahan itu menjadi sebuah wacana dan berharap akan
melahirkan dialektika dengan tujuan memperlurus sejarah kesusastraan itu
sendiri. Namun mereka terancam akan dipenjarakan oleh Fatin Hamama dengan
tuduhan pencemarkan nama baik.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Courier New, Courier, monospace;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Courier New, Courier, monospace;">Bagaimana
dengan Sumatera Barat yang memiliki sujuta sastrawan, dari dulu hingga
sekarang, apakah hanya diam dan menerima saja pembohongan sastra lewat buku “33
Tokoh Sastra Paling Berpengaruh” itu? Salam sastra!**</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Courier New, Courier, monospace;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Courier New, Courier, monospace;">Padang,
2014</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Courier New, Courier, monospace;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><u><span style="font-family: Courier New, Courier, monospace;">*Riyon Fidwar lahir di Haloban, Aceh
Singkil. Sekarang tinggal di Padang dan bekerja di ruang pendokumnetasian TJ.</span></u></i><br />
<span style="font-family: Courier New, Courier, monospace;"><br /></span>
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><u><span style="font-family: Courier New, Courier, monospace;"> **Pernah terbit di koran harian Rakyat Sumbar, Sabtu, 20 Desember 2014. </span></u></i></div>
<div class="MsoNormalCxSpFirst" style="line-height: normal;">
<br /></div>

Esai | Koran Rakyat Sumbar | Kriminalisasi Sastra

Riyon Fidwar* Pada awal 2014, tepatnya di bulan Februari. Muncul sebuah buku yang menggelitik hati ketika membaca judulnya, yaitu ...

Polemik KASUS PUISI “IKAN PADANG”

Sastra Kita 0 artikel 12:35

<div style="text-align: justify;">
KASUS PUISI “IKAN PADANG” KARYA DEDDY ARSYA**</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Oleh Riyon Fidwar*<br />
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: right; text-align: right;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://riyonfidwar90.blogspot.com/" imageanchor="1" style="clear: right; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;" target="_blank"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTn0v11_ZqcIMvjb8euuFMBnup8eHF_2Z8b-eABPQi08TnCq_gx3AH1Vcn2-WRwdkL6yYwTTqP4Klx9Nh7SgGoRHN1xsqX7Dn9ArNhBmn6ww-EYM7VjzI2z7LO1h7pdRaf8oADu8yd5QlP/s1600/riyon.jpg" width="163" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><a href="http://riyonfidwar90.blogspot.com/" target="_blank">Add caption</a></td></tr>
</tbody></table>
<a href="http://riyonfidwar90.blogspot.com/" target="_blank">PENULIS</a>, karya, dan pembaca merupakan hal yang selalu dibahas dan dicatat dalam perkembangan sastra dari priode ke priode. Tiga hal ini tidak dapat dipisahkan dari perkembangan sastra. Pembicaraan tentang tiga hal inijuga tidak jarang juga pula menghadirkan polemikyang beruntun di kalanganpembaca aktif yang berperan sebagai pengamat sastra dan penulis sebagai pegiat sastra itu sendiri (Maira; 2011).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Polemik adalah perbedaan mengenai suatu masalah yang dikemukakan secara terbuka dalam media massa: polemik sastra adalah tukar pikiran antara dua pihak yang berbeda paham tentang masalah sastra, jika berbentuk tulisan disebut perang pena; berpolemik (berbantah, berbahas) melalui media massa (dalam surat kabar, majalah dan sebagainya). Setelah diamati, adapun masalah sastra yang sering yang mewarnai polemic sastra antaralain adalah masalah posisi kritikus, mutu karya, serta tentang pengarang dalam eksistensinya sebagai pegiat sastra.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Dalam Kasus Komentar Puisi Ikan Padang Karya Deddy Arsya, <a href="http://riyonfidwar90.blogspot.com/" target="_blank">Polemik</a> Sastrawan Di Facebook (Cybersastra) yang ditulis oleh Maira Eka Sari, S.S untuk memenuhi sarat mendapat gelar S1-nya. Dalam skripsi ini Maira Eka Sari, S.S mencoba untuk mendukomentasikan sastra dalam bentuk yang sangat unik sehingga menjadi lebih menarik untuk dibaca atau diteliti lebih lanjut. Skripsi Maira Eka Sari, S.S ini adalah salah satu skripsi yang membahas tentang karya sastra yang beredar di media massa, khususnya akun Facebook. Tindakan ini adalah sesuatu yang baru dalam studi sastra yang hanya membahas karya yang telah dicetak (buku sastra).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Skripsi ini bisa disebut sebagai salah satu sejarah sastra yang telah diaplikasikan dalam bentuk yang baru dalam sejarah sastra sebelumnya. Tindakan yang berani dan mengagumkan serta menghebohkan. Dengan sendirinya sastra tidak didefenisikan berdasarkan kriteria kualitaif. Yang dipakai sebagai kriteria di sini adalah sesuatu yang dibaca secara sukarela. Karya yang tidak merupakan alat melainkan tujuan dipandang sebagai sastra. Semua karya yang tidak dimanfaatkan keguaannya secara praktis melainkan untuk memuaskan kebutuhan budaya. Di antara karya sastra yang nyata diambil, sebagian besar fungsional, terutama Koran, di mana yang terutama dicari adalah informal, dokumentasi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Dalam Kasus Komentar Puisi Ikan Padang Karya Deddy Arsya, Polemik Sastrawan Di Facebook (Cybersastra), polemik dipicu oleh komentar keempat yang ditulis oleh Raudal Tanjung Banua. Komentar Raudal ini ternyata mendapat respos dari Romi Zarman dan beberapa sastrawan lainnya.<br />
<br />
@Raudal Tanjung Banua<br />
“ Deddy Arsya memang lain; puisinya enak dinikmati, tp juga berisi. Tidak sekedar mengigau dalam irama membunca-buncah. Bagiku, penyair Padang mutakhir paling kuat adalah Deddy Arsya……(baca selanjutnya).”<br />
@Romi Zarman<br />
“ Bila Deddy dikatakan sebagai penyair Padang mutakhir, saya setuju. Tp tentu ada alas an kuat yang mendukung lahirnya pandangan tersebut….. (baca selanjutnya).”<br />
<br />
Dua komentar di atas merupakan awal dari polemik ideologi antara sastrawan rantau dan sastrawan kampong. Kasus ini merupakan kasus yang hangat dibicarakan oleh pegiat sastra, penikmat sastra, serta pegiat facebook. Dari polemik ini mengundang komentar dalam jumlah yang sangat besar, yaitu sebanyak 346 buah komentar. Sebuah perdebatan yang sangat runcing dan sengit di akun facebook. Polemik yang dilakoni oleh para sastrawan bukan hanya membicarakan tentang puisi “Ikan Padang” yang ditulis oleh Deddy Arsya, tetapi juga membicarakan bagaimana masalah-masalah yang ada dalam sastra, khususnya sastra mutakir Sumatera Barat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Mengingat fakta sastra merupakan bagian tak terpisahkan dari cara berpikir individual, bentuk-bentuk abstrak dan sekaligus struktur kolektif, pembahasannya cukup menyulitkan. Sulit kita membayangkan gejala dengan tiga dimensi, terutama ketika kita menyusun sejarahnya. Pada kenyataannya, selama berabad-abad, bahkan saat sampai sekarang, sejarah sastra ditulis berdasarkan studi manusia dan karya-karyanya, biografi spiritual dan komentar teks, karena konteks kolektif hanya dianggap sebagai semacam dekor, hiasan yang dibiarkan menjadi objek studi pakar sejarah politik.<br />
<br />
Kesulitan-kesulitan tersebut tidak pernah berhasil diatasi. Bahkan jika representasi sempurna tidak mungkin, yang penting hendaknya para penulis biografi dan penulis komentar, ahlisejarah dan kritikus, para peneliti sastra, memiliki visi lengkap tentang fakta sastra, dari masa kini atau masa lalu.<br />
Dari hasil pengatan, bahwa skripsi ini perlu dikembangkan lagi. Sebab penelitian tentang Kasus Komentar Puisi Ikan Padang Karya Deddy Arsya, Polemik Sastrawan Di Facebook (Cybersastra), adalah penelitian yang sangat menantang dan unik untuk dipertahankan. Skripsi yang ditulis oleh Maira Eka Sari, S.S merupakan salah satu kegiatan mencatat perkembangan sejarah sastra di Indonesia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<u><i>*Riyon Fidwar tinggal di Padang dan bekerja di ruang pendokumentasian TJ</i></u></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<u><i>**Artikel ini perneh dimuat di koran Singgalang Minggu, Januari 2012 </i></u></div>

Polemik KASUS PUISI “IKAN PADANG”

KASUS PUISI “IKAN PADANG” KARYA DEDDY ARSYA** Oleh Riyon Fidwar* Add caption PENULIS , karya, dan pembaca merupakan hal yang sela...

Menerjemahkan Cinta

Sastra Kita 0 artikel 10:31

<br />

<br />
<div style="text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Menerjemahkan
Cinta dalam Diri </b></div>
<div style="text-align: justify;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Essay Cinta
- Riyon Fidwar*</i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: right; margin-left: 1em; text-align: right;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://riyonfidwar90.blogspot.com/" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;" target="_blank"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjiREzRQeYY5C7eQeOsqYWYU5QFchawSsl5IY8_6vDUt-ZmZSeR6kHIyAuB4-IPX1osRaDCXpOfCWX_0xwK2PmXJ3c8Z7GcakW0qkXEZiwpEyq2shaf5564u21Ij5YsEt38zYXsP1SNNeKd/s1600/yyy.jpg" width="200" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><a href="http://riyonfidwar90.blogspot.com/" target="_blank">Add caption</a></td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: justify;">
Aku mengartikan cinta sebagai sebuah perjalan
kalbu yang tak pernah mati. Dia kekal. Sebab dia ada dalam diri manusia. Tak
memandang berapa usia manusia itu, asal yang namanya manusia pastilah mempunyai
cinta. Semiskin-miskin manusia pasti dia memiliki cinta dalam hatinya. Inilah
salah satu kodrat kita sebagai manusia, yaitu cinta. Jika diartikan cinta itu
apa. <a href="http://riyonfidwar90.blogspot.com/" target="_blank">Dari mana datangnya</a>. Mungkin tak ada jawaban yang pasti akan arti dari
cinta tersebut, sebab dia ada dalam kalbu. Tak bisa dijamah dengan tangan
telanjang, tapi cinta bisa dirasa juga lewat kalbu. Kedatangannya tak bisa ditebak.
Anak remaja menyatakan cinta itu datang dari mata lalu turun ke hati. Apakah
benar begitu? Entahlah. Yang pasti cinta memang benar-benar ada dalam diri
manusia. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Adam, manusia pertama yang merasakan cinta. Cinta
kepada sesama manusia, Hawa. Pasangan hidupnya, yang menurut hikayat mereka di
keluarkan dari surga sebab cinta. Mereka bertemu di Mekkah juga karena cinta.
Ya, cinta Adam kepada Hawa tak terbilang besarnya. Jika dibandingkan dengan
manusia sekarang, tentu tak bisa dibandingkan. Bagaimana tidak, Adam rela
ingkar pada Tuhannya untuk memakan buah Quldi demi bujukan kekasihnya Hawa.
Padahal buah itu adalah buah yang dilarang oleh Tuhan untuk dimakan. Tetapi
karena dubujuk Hawa (karena cintanya) maka Adam mencoba mendekati dan memetik
lalu memakannya bersama-sama. Tuhan pun murka kepada kedua makhluk itu dan
melemparkan keduanya ke bumi. Berpuluh-puluh tahun (mungkin ratus) mereka
dipertemukan kembali, lalu meneruskan hidup dan berketurunan. Itu juga karena
cinta. Tuhan cinta kepada Adam dan Hawa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Manusia sekarang tak bisa menandingi besarnya
cinta Adam itu. Jika seseorang dihadapkan dengan dua pilihan, misalnya memilih
antara kekasih dan orang tuanya. Kebanyakan mereka memilih cinta kepada orang
tua. Cinta antara manusia (pasangan kekasih) memang memiliki rintangan. Tak
ubahnya Adam. Sepasang kekasih yang sudah memadukan cintanya, biasanya mereka
lebih dahulu membuat <a href="http://riyonfidwar90.blogspot.com/" target="_blank">ikrar</a>. Mulai dari isi langit hingga isi tanah. Tapi tak
jarang jua antara keduanya mengingkari janji tersebut. Saya teringat kisah yang
ditulis HAMKA dalam novelnya "Tenggelamnya Kapal van Der Wijk".
Bagaimana Hayati menyatakan janji demi cintanya kepada Zainuddin ketika diusir
oleh Engkunya (Hayati). Dia berjanji demi matahari dan roh nenek moyang, bahwa
cintanya hanya untuk Zainuddin semata. Tapi janji itu diingkari oleh Hayati
sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ya, ternyata cinta membutuhkan pengorbanan.
Itulah hukum di dalam cinta. Kita dihadapkan dengan pilihan yang tak bisa
membuat kita berkutik. Tapi ada juga sepasang kekasih yang mempertahankan
cintanya hingga akhir hayatnya. Misalnya kisah antara Romeo & Juliet yang
dikisahkan oleh Sechpire, penulis asal Inggris. Cinta memberi kekuatan, tapi
cinta juga memberikan kelemahan. Meskipun begitu, cinta adalah jati diri
manusia. Dengan adanya cinta dalam diri, kita tahu siapa diri kita sebenarnya.
Dengan kata lain cinta adalah cermin. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Cinta itu bebas ke mana saja kita berikan. Bisa
kepada sesama manusia, binatang/tumbuhan, tuhan, dan alam. Nah, dari
pilihan-pilihan itu, siapa yang sungguh-sungguh kita beri cinta yang ada dalam
diri kita. Kebebasan cinta tergantung kepada seseorang. Bagaimana orang yang
tak memiliki cinta? Pertanyaan ini saya rasa adalah pertanyaan iseng saja. Mana
ada orang yang memiliki cinta. Setidaknya cinta untuk dirinya sendiri. Bukankah
cinta itu bebas seperti angin. Di mana pun dia berhak singgah, termasuk dalam
diri kita sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tumbal cinta biasanya remaja yang baru menginjak
masa puber. Apa pun akan mereka lakukan demi cintanya. Mereka akan bolos
sekolah, atau tidak mengerjakan tugas. Atau yang lain yang jelas demi cinta
kepada orang yang mereka cintai. Apakah hanya anak remaja? Tentu saja tidak.
<a href="http://riyonfidwar90.blogspot.com/" target="_blank">Orang dewasa</a> pun tak luput dari jamahannya. Bahkan orang dewasa, bila tersentuh
oleh cinta, mereka akan lebih parah dan payah dari pada anak remaja gilanya.
Makan pun akan tak teratur lagi. Mereka akan meninggalkan segalanya demi cinta.
Misalnya, orang dewasa yang tersentuh cinta itu, dia sudah berumah tangga,
punya anak. Semua itu akan rela ditinggalkannya demi memperjuangkan cinta.
Inilah yang kita kenal dengan selingkuh. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jika sudah begini siapa yang dapat disalahkan.
Tentu saja jawabnya tidak ada yang akan disalahkan. Tak mungkin kita
menyalahkan Tuhan yang memberi cinta dalam kalbu kita selaku makhluknya.
Kebesaran cinta dari Tuhan itu sebaiknya janganlah disalahgunakan. Tuhan sayang
kepada kita hambanya, untuk itulah Tuhan menitipkan cinta kepada kita, agar
kita tahu betapa indah dan megahnya cintaan-Nya. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Cinta monyet. Apa pula itu? Apakah monyet
mempunyai cinta. Tentu saja. Tapi cinta monyet itu, lho, seperti apa dia. Cinta
monyet adalah bahasa remaja yang masih mencari-cari arti cinta yang
sesungguhnya. Cinta monyet itu akan saya gambarkan sedikit. <a href="http://riyonfidwar90.blogspot.com/" target="_blank">Cinta monyet</a>, cinta
remaja. Seseorang remaja yang menginjak masa puberitas, akan mencari lawan
jenisnya. Setelah dapat, mereka akan berjanji sehidup semati akan setia satu
sama lain. Mereka akan memadu cinta dengan apa yang ada pada diri mereka.
Singkatnya secara sederhana. Lalu mereka akan berkasih-kasih di depan
kawan-kawannya, tapi mereka akan takut bila ketahuan sama orang tua
masing-masing.Cinta monyet biasanya tak bertahan lama. Layak seekor monyet
jantan ketika mencintai betina. Setelah mendapat manisnya, monyet jantan akan
beralih kepada monyet betina lainnya yang dianggap segar olehnya. Ah, cinta
monyet, membuat kita benar-benar seperti monyet.  Meskipun begitu, cinta
monyet adalah masa-masa bercinta yang paling asik. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tentu saja kebanyakan dari para remaja telah
merasakannya. Walaupun dengan sedikit malu-malu. Saya pernah mengalami hal
tersebut. Tapi hal itulah yang membuat hidup lebih berwarna. Apalagi bila
dikenang, maka keasikannya akan lebih terasa. Ada sesuatu yang tak bisa
diungkapkan dengan kata-kata. Sebab pada masa-masa itulah kita akan mengenali
siapa diri kita yang sesungguhnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Cinta kepada orang tua pun adalah cinta. Tetapi
ada bedanya dengan cinta kepada lawan jenis. Cinta kepada orang tua adalah
cinta bakti. Biasanya kelemahan cinta-kasih adalah cinta kepada orang tua. Ini
mungkin telah lumrah kita dengar. <a href="http://riyonfidwar90.blogspot.com/" target="_blank">Pasangan</a> yang sedang memadu cintanya akan
hancur bagaikan gunung es ketika dihadapkan dengan cinta bakti kepada orang
tua. Bagaimana cara mengantisipasinya, ya, tentu saja kita harus lebih bisa
memberi pengertian kepada orang tua, bahwa kita bukan lagi anak remaja. Kita
telah dewasa dan sudah saatnya menetukan kepada siapa cinta yang diberikan
Tuhan itu. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jika kita membahas cinta. Akan sukar habis. Sebab
cinta seperti air laut atau udara yang kita hirup setiap waktu bahkan sampai
detik-detik kehidupan ini. Dia tak akan habis walau hujan mengikisnya. Dia tak
akan musnah walau api membakarnya. Dia kekal. Tak akan mati. Pembahasannya pun
pasti akan selalu terasa kurang. Padahal, beribu-ribu orang manusia di dunia
ini telah membahas tentang cinta. Tapi setiap dibahas, pasti akan selalu ada
yang kurang. Padahal, setiap orang yang membahasny (menuliskan) temanya hanya
itu ke itu saja. Tapi mengapa cinta tak habis ditulis. Itulah rahasia
cinta. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pernah suatu kali, saya dijadikan
"diary" oleh seorang teman saya. Ini sebuah pengalam saya. Semua
keluh kesahnya diceritakannya kepada saya. Dia pernah menangis sebab cintanya
hanya bertepuk sebelah tangan. Lalu dia bertanya. Apakah cintaku ini memang tak
berarti sama sekali untuk orang lain? Saya jawab, setiap cinta itu suci dan putih.
Setiap cinta, memiliki arti bagi semua orang. Kamu harus ikhlas ketika
menitipkan cintamu kepada seseorang yang kamu <a href="http://riyonfidwar90.blogspot.com/" target="_blank">cintai</a>. Maka dia akan menerima
cinta itu dengan ikhlas pula. Ini mungkin seperti sinetron percintaan seperti
yang sering di tayangkan di televisi. Tapi ini benar-benar terjadi. Saya
berharap teman saya ini mendapat tempat di mana dia akan menitipkan
cintanya. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tak lama berselang dia cerita lagi kepada saya,
bahwa dia sudah menemui tempat di mana dia menitipkan cintanya. Bahagia. Saya
juga ikut bahagia. Namun setiap kali mereka bertengkar, saya akan jadi
sasarannya untuk bercerita. Kadang-kadang saya juga merasa jemu dijadikan
"diary", tapi bagaimana lagi inilah cara saya menunjukkan cinta saya
kepada kawan. Pada suatu waktu, mereka sempat memutuskan komunikasi. Lalu,
dengan cinta, saya berhasil menyambung mereka guna mempertemukan kembali cinta
mereka berdua yang telah lama mereka jalin. Bahagia. Saya juga.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="http://riyonfidwar90.blogspot.com/" target="_blank">Cinta</a> itu nampaknya sangat mudah untuk
menerjemahkannya. Tapi hati-hati, jika kita anggap enteng saja, cinta akan
menjerumuskan kita ke dalam lembah yang tak bertuan. Jangan main-main sama
cinta. Dia sewaktu-waktu akan menerkam seperti harimau yang sedang lapar. Maka
dalam menjalin cinta, kita mesti lebih banyak cerita, baik kepada orang yang
dicintai maupun kepada orang lain. Sebab dengan begitu, cinta kita akan lebih <i>fress,
</i>segar. Perjalanannya akan lancar seperti air di sungai yang mengalir hingga
ke muara. Indahnya bila cinta itu bersahabat dengan kita. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bukan lagi sebuah rahasia bila bercerita tentang
cinta. Mari kita berbagi cinta dengan orang yang kita cinta dengan bercerita.
Agar cinta kita mekar seperti apa yang kita harapkan. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><u>*Riyon
Fidwar tinggal di Padang, Sumatera Barat. </u></i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpFirst" style="line-height: normal;">
<br /></div>

Menerjemahkan Cinta

Menerjemahkan Cinta dalam Diri Essay Cinta - Riyon Fidwar* Add caption Aku mengartikan cinta sebagai sebuah perjalan kalbu ya...